Pariwisata bahari adalah jenis pariwisata alternatif yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut maupun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan laut. Orams (1999), wisata bahari merupakan aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan jauh dari suatu tempat tinggal menuju lingkungan laut—di mana lingkungan laut adalah perairan yang bergaram dan dipengaruhi oleh pasang surut. Pariwisata bahari merupakan bagian dari ekowisata.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada, bersifat informatif dan partisipatif bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Menurut Yoeti (2006), ekowisata (ecotourism) adalah aktivitas yang berkaitan dengan alam, wisatawan diajak melihat alam dari dekat, menikmati keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuatnya tergugah untuk mencintai alam. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama, yaitu keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat.
Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu:
-
- Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu.
- Masyarakat; ekowisata harus memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi langsung kepada masyarakat.
- Pendidikan dan Pengalaman; ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.
- Berkelanjutan; ekowisata dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
- Manajemen; ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang.
Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokan, yaitu:
-
- Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutama sumber daya pantai dan budaya masyarakat pantai sebagai rekreasi, olahraga, dan menikmati pemandangan.
- Wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah laut dan dinamika air laut seperti diving, snorkeling, selancar, jet ski, perahu kaca, wisata lamun, dan wisata satwa (Yulianda, 2007).
Potensi ekowisata bahari di Indonesia cukup menjanjikan. Sumber daya alam laut Indonesia terdiri atas terumbu karang, rumput laut, lamun, mangrove, berbagai jenis flora dan fauna daratan, ikan, mamalia laut, krustasea, dan moluska dapat menjadi objek ekowisata yang menarik. Indonesia mempunyai tujuan wisata terumbu karang terbaik dunia di Raja Ampat, Papua Barat, dan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Raja Ampat dikenal sebagai tujuan wisata bawah laut terumbu karang terbaik dunia, nomor dua di Labuan Bajo, dan nomor tiga di perairan Galapagos, Ekuador. Data kunjungan ke tempat pariwisata bahari unggulan di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Contoh Taman Nasional Komodo. Jumlah kunjungan wisman ke lokasi ini meningkat sebesar 9,42 persen di tahun 2013 dibanding tahun 2011 (41.833/ tahun 2011 menjadi 45.776/tahun 2013); Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat meningkat sebesar 56,48 persen di tahun 2012 dibandingkan tahun 2010 (3.858/ tahun 2010 menjadi 6.037/tahun 2012). Demikian pula dengan Wakatobi yang meningkat sebesar 45,77 persen di tahun 2013 (2.274/tahun 2011 menjadi 3.315/tahun 2013); Sedangkan Sabang di Sumatra Utara meningkat sebesar 17,5 persen di tahun 2013 dibanding tahun 2010 (3.932/tahun 2010 menjadi 4.622/tahun 2013).
Untuk memajukan dan mengembangkan ekowisata bahari perlu dilakukan tindakan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai- nilai budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian, dan mutu lingkungan hidup. Jadi ekowisata bahari perlu dipandang secara menyeluruh. Karena terkadang dalam konteks ekowisata bahari/laut, terdapat ketidaksesuaian kegiatan rekreasi dengan lokasinya. Seperti halnya yang sering terjadi adalah konflik antara penyelam (scuba diving) dengan kapal air berkecepatan tinggi (kapal feri). Selain itu, wisata berbasis laut terkadang membahayakan kondisi ekosistem atau habitat asli dari laut tersebut. Dengan meningkatnya sektor pariwisata penyelaman dapat mengakibatkan kerusakan atau degradasi terhadap ekosistem laut akibat adanya perilaku yang tidak bertanggung jawab dan kurang terlatih dari peserta penyelaman tersebut.
Selanjutnya pada beberapa daerah dalam meningkatkan minat para wisatawan, terkadang sering menggunakan umpan yang terbuat dari darah dan sisa ikan untuk menarik predator laut seperti hiu. Kegiatan ini pada dasarnya sangat membahayakan keselamatan wisatawan sendiri. Kontekstual lain yang perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan ekowisata laut adalah terkait kegiatan pariwisata dan pembangunan lainnya yang bergantung serta memiliki dampak terhadap ekosistem laut. Seperti perkembangan pembangunan dan operasional resor pantai yang memiliki dampak secara langsung terhadap peningkatan ekowisata lainnya, karena adanya industri pelayaran yang berkembang pesat (Craig-Smith et al., 2006). Kegiatan pariwisata merupakan bagian dari sistem global atau keseluruhan yang tidak dapat ditangani secara terpisah, spasial, ekonomis, ataupun temporal. Kegiatan ekowisata bahari dapat dikatakan tidak terlepas dari bidang ekonomi. (Butler, 1998).
Melihat kompleksitas dalam mengembangkan ekowisata bahari, maka diperlukan pembagian tugas antar pemangku kepentingan. Misal, pemerintah memiliki tugas dan peran sebagai pembuat peraturan mengenai wisata bahari, mengalokasikan pendanaan pembangunan wisata, membentuk kelompok penggerak pariwisata, mengadakan pendidikan dan pelatihan, mengkoordinasikan pengembangan kegiatan dan mengarahkan masyarakat lokal, melakukan pengawasan kawasan ekowisata bahari, menyediakan sistem infrastruktur pendukung, mengkoordinasikan program dan melestarikan lingkungan dan budaya kawasan bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya.
Industri pariwisata memiliki tugas dan peran melakukan pengembangan kegiatan wisata bahari, melakukan pemasaran, melakukan pendampingan dan kerja sama, membuka kesempatan peluang kerja, mengarahkan wisatawan. Lembaga riset memiliki peran antara lain melakukan inventarisasi potensi kawasan wisata bahari, memberikan pendidikan dan pelatihan, melakukan penelitian berkelanjutan. Peran yang tidak boleh terlupakan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sekitar di antaranya melakukan pengembangan kegiatan wisata bahari, memberikan dukungan dan komitmen, menjadi sukarelawan, hingga melakukan pengawasan kawasan.
Pembagian peran dan fungsi dari masing-masing pemangku kepentingan, secara simultan harus dapat dilaksanakan dan memiliki ruang-ruang yang dapat dikelola secara bersama-sama dalam mewujudkan ekowisata yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian, dan mutu lingkungan hidup.
Konsep ekowisata bahari yang banyak digagas meski dibuat memiliki integritas antarlingkungan, masyarakat, pendidikan, dan berkelanjutan tetap menyisakan dampak negatif, di antaranya dampak negatif dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan. Konsep ekowisata yang mengedepankan isu konservasi ternyata masih ditemui adanya pelanggaran di lapangan. Selain rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sekitar dan turis tentang konsep ekowisata, hal ini juga disebabkan oleh lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam mendorong upaya konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur masalah kerusakan lingkungan. Pengembangan wilayah ekowisata sering kali melupakan partisipasi masyarakat sebagai Stake holder penting dalam pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Masyarakat sekitar sering kali hanya sebagai objek atau penonton, tanpa mampu terlibat secara aktif dalam setiap proses- proses ekonomi di dalamnya. (3S)