Penyederhanaan Birokrasi/Organisasi

Seperti diketahui bersama bahwa kebijakan penyederhanaan birokrasi/Organisasi yang ada saat ini adalah guna mewujudkan organisasi yang lebih proporsional, efektif, dan efisien. Untuk mendukung hal tersebut di atas suatu organisasi atau wadah bagi sekelompok orang untuk bekerjasama, memiliki peran dan fungsi memberi arahan dan aturan serta pembagian kerja mengenai apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh tiap staf/anggota didalamnya. Sebagai fungsi suatu organisasi memiliki kemampuan untuk meningkatkan skill tiap staf/anggota dalam mendapatkan sumber daya dan dukungan/kesempatan peningkatan karier. Selain itu suatu organisasi memiliki peran untuk memberikan pengetahuan dan mencerdaskan pada tiap staf/anggotanya.

Beberapa hal yang diperlukan agar roda organisasi berjalan baik:

      1. Perlunya keterbukaan dan kepercayaan, setiap kebijakan yang dikeluarkan/diambil sedapat mungkin dihindari multitafsir. Hal ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan yang melibatkan stakeholder dalam pembahasannya dan hasil keputusannya dituangkan dalam lembar tertulis. Hindari sikap tidak konsisten dalam melaksanakan keputusan hasil rapat/pembahasan karena hal ini akan menimbulkan ketidakpercayaan stakeholder. Hal terpenting lainnya, keterbukaan dan kepercayaan bukan berarti menyerahkannya pada satu orang saja, hal ini bisa berakibat orang itu ‘besar kepala’ seolah hanya dia yang mampu dan mengetahui(serba tahu). Lakukan komunikasi yang efektif dengan tiap staf/anggota organisasi bukan hanya dengan satu atau dua orang. Jika suatu kebijakan bersifat/berlaku umum, informasikan kebijakan yang diambil untuk semua stakeholder, bukan menyalakan ketika tiap staf/anggota tidak tahu dan tidak paham.
      2. Perlunya rasa kebersamaan, hal ini dapat terwujud jika tiap staf/anggota organisasi paham akan fungsi dan kedudukan dan tidak merasa paling hebat, paling tahu. Menyadari bahwa maju dan berkembangnya organisasi karena ditopang dan saling dukung semua staf/anggota bukan karena kehebatan individu. Jadi tiap staf/anggota dapat termotivasi untuk bekerja bersama mencapai tujuan organisasi.
      3. Perlunya emotional intelligence, dalam lingkungan kerja yang sangat dinamis dengan beragam karakter/sifat pasti akan terjadi ketersingungan maka tiap staf/anggota organisasi terutama para pemimpin/koordinator perlu memiliki emotional intelligence yang baik. harus mampu memahami emosi tiap staf/anggota bukan malah minta ‘dipahami’. Para pemimpin/koordinator harus mempunyai peran lebih baik terkait emotional intelligence, yaitu mampu mengenali, menggunakan, memahami, dan mengelola emosinya secara positif sehingga dapat mengurangi rasa stress diri pribadi, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan yang ada, hingga meredam konflik yang timbul. Bukan sebaliknya menjadi bagian dari “konflik/problem”, jika terjadi sebaiknya pemimpin/koordinator yang menjadi bagian dari “konflik/problem” secara sadar untuk menggundurkan diri agar roda organisasi berjalan dengan baik.
      4. Perlunya pengakuan dan penghargaan, tiap staf/anggota organisasi pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Akuin kelebihan tiap staf/anggota dengan cara memberikan penghargaan walaupun hanya sekedar ucapan selamat atau terimakasih karena sudah membantu suatu pekerjaan. Jika kekurangan yang dijumpai pada staf/anggota organisasi, bukan dihardik atau teriak teriak untuk mengkoreksinya, cukup lakukan komunikasi yang baik. Hal ini untuk menumbuhkan kebersamaan dan penghargaan bahwa staf/anggota organisasi “dimanusiakan”.

Dengan menjalankan hal tersebut diatas harapan untuk mendapatkan ‘kehidupan’ organisasi yang efektif, efisien dan proposional dapat terwujud. (3S)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *