PUASA HARI ARAFAH: TERKAIT DENGAN WAKTU ATAU TEMPAT?

Oleh: Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Ada dua pandangan dalam masalah ini, yaitu dalam masalah puasa hari Arafah, apakah puasa ini terkait dengan waktu atau tempat? Kedua pandangan tersebut adalah:

Pandangan Pertama, pandangan ini dianut oleh beberapa ulama seperti Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah– yang berpendapat bahwa yang menjadi acuan adalah rukyatul hilal (melihat hilal) di setiap negeri secara mutlak dan tidak memperhatikan apakah hari itu jamaah haji sedang berwukuf di Arafah. Maka, puasa Arafah disyariatkan pada hari kesembilan Dzulhijjah berdasarkan rukyatul hilal di setiap-tiap negeri, meskipun tidak sesuai dengan hari ketika jamaah haji sedang berwukuf di Arafah. Singkatnya, puasa hari Arafah terkait dengan waktu, bukan tempat.

Continue reading “PUASA HARI ARAFAH: TERKAIT DENGAN WAKTU ATAU TEMPAT?”

PENENTUAN IDUL ADHA WAJIB BERDASARKAN RUKYATUL HILAL PENDUDUK MAKKAH

Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi

“Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.

Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang. Continue reading “PENENTUAN IDUL ADHA WAJIB BERDASARKAN RUKYATUL HILAL PENDUDUK MAKKAH”

INTELEKTUAL BURUNG ELANG VS INTELEKTUAL BURUNG GAGAK*

Oleh Aswar Hasan**

Galileo Galilei adalah ilmuwan sejati yang akhirnya membayar mahal sikap keilmuannya dengan nyawanya sendiri. Ia seorang peneliti yang objektif dan berintegritas.

Hasil penelitiannya membenarkan dan memperkuat postulasi Nicolaus Copernicus yang menyatakan bahwa bumilah yang mengitari matahari sebagai pusat tata surya (heliosentris) yang telah diharamkan oleh Vatikan.

Galileo adalah peletak dasar kemandirian sains, terutama fisika dan astronomi. Dia menggugat paradigma sains yang bersesuaian dengan dogma gereja tentang geosentris. Galileo pun dituduh ekstrem, radikal dan sesat. Continue reading “INTELEKTUAL BURUNG ELANG VS INTELEKTUAL BURUNG GAGAK*”

Hukum Kekekalan Massa (Energi)

oleh H. Hendri Tanjung, Ph.D

Wikipedia memberikan contoh kekekalan massa dengan sederhana. Jika hidrogen dan oksigen dibentuk dari 36 gram air, maka jika reaksi berlangsung hingga seluruh air habis, akan diperoleh massa campuran produk hydrogen dan oksigen sebesar 36 gram. Bila reaksi masih menyisakan air, maka massa campuran hydrogen, oksigen dan air yang tidak bereaksi, tetap sebesar 36 gram. Sehingga Hukum kekekalan massa dapat dipahami sebagai berikut: massa dari suatu system tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses dalam sistem tersebut. Dengan kata lain, massa zat sebelum dan sesudah reaksi kimia akan sama (konstan) dalam system tertutup. Berdasarkan ilmu relativitas sosial, kekekalan massa adalah pernyataan dari kekekalan energi. Massa partikel yang tetap dalam suatu sistem, ekuivalen dengan energi momentum pusatnya. Continue reading “Hukum Kekekalan Massa (Energi)”

Wakaf Yang Menggetarkan

oleh : H. Hendri Tanjung, Ph.D

Apa yang pembaca rasakan ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya? Apalagi ketika sampai di syair “Indonesia Raya, Merdeka, merdeka. Tanahku Negeriku yang Kucinta. Indonesia Raya, Meredeka, Merdeka. Hiduplah Indonesia Raya”. Terasa begitu menggetarkan. Semangat penuh untuk menjaga dan memelihara kemerdekaan yang merupakan rahmat Allah SWT. Padahal lagu ini ditulis syairnya oleh Wage Rudolf Supratman 21 tahun sebelum Indonesia Merdeka, tepatnya tahun 1924. Artinya, Supratman membuat syair lagu ini untuk memompa semangat Indonesia merdeka. Continue reading “Wakaf Yang Menggetarkan”